Pokēmon GO: Teroris yang Sesungguhnya

Newsweek.com

Lupakan orang-orang gila dalam naungan ISIS yang menurut saya terlalu kotor untuk menyandang predikat mujahidin/jihadist. Lupakan pula dua orang yang katanya teroris bermodalkan bom di kawasan Sarinah padahal aksi pengejarannya disaksikan seakan-akan syuting film action berkonsep reality show. Pokēmon GO, faktanya, adalah teroris sesungguhnya. Mengapa? Mohon baca tulisan sahabat saya, Eros, di bawah ini. Please.

***

Ancaman di Internet Bukan Sekedar Pokēmon GO!

Kemunculan Pokēmon GO yang terjadi belakangan ini telah menjadi fenomena tersendiri di masyarakat. Hampir seluruh masyarakat, khususnya yang besar pada era 1990-an, menyambut baik keberadaan game ini karena mampu mengungkit kembali nostalgia masa kanak–kanak mereka.

Namun, di balik antusiasme masyarakat, terdapat kekhawatiran terhadap game tersebut yang dimunculkan oleh pemerintah, khususnya Kementerian Pertahanan dan komunitas intelijen.

Kekhawatiran pemerintah terhadap Pokēmon GO memang cukup berdasar. Ryamizard Ryacudu selaku Menhan mengatakan Pokēmon GO dapat saja disusupi intelijen karena dianggap mampu memetakan obyek vital dalam negeri. Pokēmon GO memang menggunakan teknologi augmented reality yang membuat game ini dimainkan berdasarkan lokasi yang sebenarnya.

Ancaman Google
Teknologi augmented reality yang digunakan Pokēmon GO ternyata bukanlah satu – satunya yang diterapkan dalam game di telepon selular. Terdapat beberapa game lain yang juga menggunakan teknologi ini, sebut saja:
1.       Invizimals: The Resistance;
2.      Clandestine: Anomaly;
3.      Ingress; dan
4.      PulzAR.

Bahkan, kemunculan mereka sudah lebih dulu dibandingkan dengan Pokēmon GO. Namun pemerintah tidak pernah meributkannya.

Teknologi augmented reality dalam Pokēmon GO yang dianggap mampu memetakan lokasi kemudian dianggap pemerintah sebagai ancaman intelijen. Padahal, apa yang dilakukan oleh Google justru lebih mengancam.

Berdasarkan buku Future Crimes: Inside the Digital Underground and the Battle for Our Connected World, dijelaskan bahwa privasi seseorang sudah hilang begitu mereka mendaftarkan diri mereka untuk mengakses akun Google.

Apa yang kita pikirkan ketika memfoto pemandangan kalian anggap indah? Motivasi kita mungkin hanya untuk memfoto, lalu dibagikan kepada teman-teman di media sosial seraya mengatakan bahwa pemandangan ini indah dan sangat sayang bila tidak diabadikan. Padahal, di balik proses memfoto tersebut, terdapat pola kerja sistematis dari Google yang tidak diketahui.

Ketika kita mulai mengklik foto dengan menggunakan smartphone, foto tersebut akan otomatis tersimpan di galeri. Berdasarkan foto tersebut, Google mampu menyimpan banyak informasi, seperti gambar, lokasi, produk yang kita gunakan, bahkan ekspresi wajah kita. Semua informasi yang Google dapatkan tersebut hanya bersumber dari satu foto. Bayangkan, seberapa banyak informasi yang Google dapatkan jika dalam sehari ada ratusan juta foto yang diambil oleh para pengguna smartphone.

Informasi yang Google dapatkan dari kita sebagai user tidak hanya sebatas foto. Google memiliki semua rekam jejak kita di dunia maya, seperti kata kunci di mesin pencari, voice record, lokasi keberadaan kita berdasarkan tracking GPS dan mobile lacation, dan semua data yang ada di dalam smartphone kita. Google menyimpan semua data yang user miliki dalam server-server di data center yang nantinya akan mereka pergunakan untuk kepentingan bisnisnya.

Bisnis Jual Beli Data
Kita pasti bertanya-tanya, apa yang Google butuhkan dari kita sebagai user? Pertanyaan ini mampu menjawab dua hal.

Pertama, Google membutuhkan user untuk mendapatkan data yang kita miliki untuk selanjutnya dijual kepada perusahaan advertising. Bagi perusahaan advertising, terdapat tiga kebutuhan utama.
1.      Siapa yang mencari produk mereka?
2.      Apa yang para konsumen butuhkan? dan
3.      Di manakah mereka berada?

Google mampu menyediakan semua kebutuhan tersebut berdasarkan data yang mereka kumpulkan dari user. Dari hal inilah Google mendapatkan penghasilan utamanya.

Kedua, dengan pemasukan besar yang didapatkan dari jual beli data kepada perusahaan advertising, Google mampu menggratiskan semua jenis layanannya bagi para user sehingga user akan terus menerus menggunakan Google dalam setiap melakukan aktivitasnya di dunia maya.

Kita dapat mengukur seberapa besar kemampuan Google dalam men-trace keinginan dan kebutuhan para konsumen. Sebagai contoh, ketika kita mengetik kata kunci “baju” di mesin pencari Google, maka akan ada beberapa rujukan kata yang mengikuti kata “baju” di mesin pencarian, seperti “baju lebaran”, “baju koko”, atau “baju murah”. Apa yang Google tunjukkan kepada kita bukanlah ramalan tanpa dasar. Dengan algoritma tingkat tinggi yang mereka miliki, Google mampu memprediksi dasar kebutuhan kita berdasarkan kata kunci yang pernah kita ketik di mesin pencari, foto ketika kita memakai beberapa jenis baju, atau lokasi ketika kita berada di toko pakaian. Ketika pada akhirnya mencari “Baju Bola”, maka akan ada beberapa iklan baju bola dan onlinestore terpampang di halaman depan Google Search. Seperti itulah model bisnis yang Google jalankan.

Pokēmon GO vs Google
Pokēmon GO besar di masyarakat hanya sebagai permainan dengan konsep baru yang diperkenalkan kepada masyarakat. Sedangkan, Google merupakan perusahaan raksasa yang memiliki banyak anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang teknologi.

Google memiliki aplikasi Google Map dan Google Earth yang sebenarnya lebih berbahaya jika digunakan oleh asing untuk melakukan tindakan intelijen atau survaillence. Selain itu Google juga memegang semua akses data kita sebagai para pengguna smartphone.

Kita tidak mengetahui apakah Google menjaga rahasia-rahasia tersebut, membocorkan semuanya kepada perusahaan advertising, atau justru Google telah bekerja sama dengan Pemerintah Amerika Serikat dalam mengelola data para user-nya.

Jika Pemerintah memandang permainan Pokēmon GO berbahaya karena dianggap mampu memetakan objek vital dalam negeri, ada baiknya pemerintah juga memblokir Google karena mampu melakukan hal yang lebih berbahaya dari yang Pokēmon GO lakukan.

***


Saya adalah orang yang berdiri sejajar dengan Eros. Apa yang Pokēmon GO lakukan (bila dikaitkan dengan konteks hankam) jelas tidak apa-apanya dibandingkan dengan dampak Google. Bagi saya, Pokēmon GO adalah teroris bagi orang-orang yang memang tidak menyukai dan tidak mau mempelajarinya, bila definisi teroris mengacu pada tulisan ini.

Pokēmon GO jelas akan mencelakakan orang, terutama orang-orang yang cukup bodoh untuk mengabaikan keselamatan dirinya yang bisa sekaligus mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain. Menabrak pohon, jatuh dari jurang, ‘nyemplung’ ke laut, atau bentuk kecelakaan lainnya yang diderita ketika sedang bermain Pokēmon GO jelas adalah buah kelalaian pemain. Hal itu pula barangkali yang membuat Niantic mengingatkan stay aware of your surrounding setiap kali Pokēmon GO sedang loading.

Pada akhirnya, gamers, mari buktikan kepada masyarakat bahwa kita bisa menjamin keselamatan diri sendiri dan orang lain ketika sedang asyik bermain. Be smart, stay safe, and enjoy the game!

Comments

Popular Posts