Rahasia Popularitas Pokēmon GO

 dailydot.com


Bismillah. Semoga tulisan ini nggak terlalu berat.

Beberapa hari lalu, saya ditanya atasan. Kira-kira begini pertanyaannya, "Menurut lu, kenapa Pokēmon GO begitu adiktif?"

Saat itu, saya bilang begini, "Karena ini adalah cita-cita gue."

Melihat situasinya mulai awkward, saya lalu nyari jawaban yang lebih elegan sedikit. "Jadi," saya bilang, "ada beberapa hal yang membuat game ini adiktif, populer, viral, apapun diksi yang bisa disematkan untuk Pokēmon GO. Pertama, nuansa nostalgia para penggemar Pokēmon. Kedua, faktor experience yang didapatkan melalui teknologi augmented reality. Ketiga, biar gue nggak mager karena game ini membuat gue harus gerak."

Bos gue terlihat kurang puas dengan jawaban tersebut. Therefore, I do research for it (iya, sambil mainan game itu juga sih). Semoga tulisan ini relatif mudah dicerna, ya.

Pokēmon GO memiliki daya sebar yang luar biasa sejak dirilis pada 6 Juli 2016 lalu. Meski baru dirilis di Australia, New Zealand, dan (yang paling utama) Amerika Serikat, gamers dari berbagai belahan dunia berbondong-bondong mengunduh aplikasinya melalui link tak resmi asal APK Mirror. Hal ini kemudian membuat server dari game berbasis augmented reality itu ‘pingsan’.

Animo masyarakat dunia terhadap Pokēmon GO dapat dilihat dengan jelas. Menurut SimilarWeb, aplikasi Pokēmon GO telah terinstal pada 5,16 % pengguna ponsel berbasis Android di Amerika Serikat sejak 8 Juli 2016. Sehari sebelumnya, 7 Juli 2016, pengguna aplikasi Pokēmon GO bahkan telah melewati pengguna aplikasi Tinder pada ponsel berbasis Android.

(Spoiler: Bakal banyak grafik setelah ini. Kalau nggak kuat, langsung ke sini aja.)

Pokēmon GO vs Tinder (similarweb.com)


Viralitas Pokēmon GO tidak hanya dapat dilihat dari angka unduhan tersebut. Penggunaannya sendiri dapat dikatakan tinggi. Lebih dari 60% orang yang telah mengunduhnya kini telah menggunakannya setiap hari. Angka ini membuat Pokēmon GO mendekati Twitter dalam hal penggunaan harian. Bukan tidak mungkin bila pada beberapa hari berikutnya, aplikasi permainan bernuansa exergame ini menyaingi platform media sosial lainnya, apalagi jika masalah stabilitas server mereka teratasi.


Pokēmon GO vs Twitter (similarweb.com)

Lantas, mengapa Pokēmon GO memiliki viralitas yang demikian tinggi? Mari kita lihat beberapa hal di bawah ini.

Basis Penggemar Pokēmon
Setidaknya, terdapat beberapa alasan tentang mengapa Pokēmon GO memiliki sebaran yang demikian cepat (viral). Dikutip dari Vox, Pokēmon GO bisa demikian viral karena telah memiliki basis penggemar yang banyak. Pokēmon sebagai sebuah permainan pertama kali dirilis pada 1996 dalam platform Game Boy yang ditenagai oleh baterai AA. Sejak saat itu, generasi (katakanlah) 90-an menjadi fans permainan ini. Tiga seri permainan Pokēmon kala itu, Pokēmon Red, Blue, dan Green, terjual sebanyak 32 juta kopi di seluruh dunia. Angka ini membuat Pokēmon menjadi permainan paling laku nomor dua sedunia, tepat di bawah Tetris.

Namun, penjualannya menurun seiring berjalannya waktu, penjualan game Pokēmon terus menurun. Bila seri Red-Blue-Green mencetak penjualan 32 juta kopi pada 1996, Omega Rubby-Alpha Sapphire hanya memberikan Nintendo angka 11,8 juta kopi pada 2014. Penjualan Pokēmon Emerald pada 2004 bahkan sangat menyedihkan; hanya menghasilkan angka 6,3 juta kopi.

Penjualan Pokēmon dari Nintendo (vox.com)

Penurunan dalam hal penjualan Pokēmon bukan tanpa sebab. Kita mengetahui bahwa pada tahun 2000-an, konsol game didominasi oleh Sony dengan produknya yang termahsyur: PlayStation. Generasi awal penikmat Pokēmon yang telah beranjak dewasa berpindah kepada game yang lebih canggih. Alhasil, hanya anak-anak yang masih berkutat dengan konsol game Nintendo. Hal ini dibuktikan oleh data Nintendo yang membuka registrasi online untuk mengetahui demografi pemain mereka.

Demografi Pemain Pokemon (vox.com)

Faktor Platform Permainan: Ancaman Sekaligus Peluang
Sebagai sebuah perusahaan pencipta konsol permainan, Nintendo menjadi raja pada tahun 1990-an, namun tidak demikian halnya pada era 2000-an. Selain kalah saing dari PlayStation, platform terbaru mereka yang terbit pada 2006, Nintendo DS, perlahan-lahan tergerus oleh kehadiran device baru yang tidak hanya lebih canggih, namun juga lebih berguna karena mampu menjadi alat telekomunikasi: iPhone.

Nintendo vs iPhone

Di sisi lain, Nintendo memiliki hipotesis yang unik, yaitu "same generation hypothesis”. Inti dari hipotesis ini adalah audiens tertentu masih memiliki keterlekatan/ikatan dengan permainan masa kecil mereka bahkan setelah mereka tumbuh dewasa, menjadi kelompok di luar target audiens Nintendo. Pokēmon, setidaknya bagi Nintendo, adalah salah satu game yang masuk dalam same generation hypothesis.

Bila memang hipotesis ini benar, maka Pokēmon masih dapat meraih kesuksesan. Syaratnya, ia harus menjadi salah satu game yang dikembangkan oleh developer yang bermain di ranah smartphone, perangkat yang kini melekat kuat pada telapak tangan para penikmat Pokēmon dahulu.

Any question?


Baca juga:
Rahasia Popularitas Pokemon GO (bagian 2) 
Pokēmon GO: Teror di Indonesia, Peluang di Australia

Comments

Post a Comment

Popular Posts